Pada tanggal 1 Juni 2009 yang lalu, berkisar empat tahun yang lalu , seorang lelaki telah menggemparkan Amerika.
Pada hari itulah, Abdul Hakeem Mujahid Muhammad, seorang mualaf yang
baru masuk Islam, melepaskan tembakan kepada dua orang tentara Amerika
yang tengah berada di luar kantor penerimaan tentara di Little Rock,
Arkansas. Itu adalah serangan Jihadi pertama yang penuh berkah semenjak
11 September 2001.
Kegemparan dan ketakutan serta perhatian serius Pemerintah Amerika,
demikian juga segenap rakyat Amerika menunjukkan betapa berpengaruhnya
dampak serangan tersebut. Amerika, selama beberapa tahun (semenjak 11
September 2001), relatif dalam keadaan aman. Mereka percaya, sebagaimana
mereka melihat keterlibatan negara mereka dalam berbagai perang, bahwa
konflik hanya akan terjadi di luar negeri.
Abdul Hakeem Mujahid Muhammad menghancurkan perasaan aman tersebut dan
menghujamkan rasa takut dan kekhawatiran kepada musuh Allah, Amerika.
Tetapi sesungguhnya yang membuat dampak yang sedemikian besar itu
bukanlah apa yang Beliau lakukan terhadap sang kuffar, tetapi alasan
yang melatarbelakanginya melakukan aksi penuh berkah itu.
Mencoba memahami motif apa yang telah menuntunnya akan memberikan
pelajaran berharga bagi Ummah, satu pelajaran yang tak mungkin dapat
diabaikan.
Abdul Hakeem Mujahid Muhammad awalnya pernah ditahan di Yaman setelah ia
pergi ke sana untuk tugas belajar. Ia dilaporkan ke pihak keamanan
Yaman karena memakai paspor palsu Somalia.
Di sanalah taqdir ternyata mempertemukan Abdul Hakeem Mujahid Muhammad
dengan lingkar-lingkar studi keislaman, di mana ia kemudian banyak
belajar tentang dasar-dasar Islam dan Jihad di Jalan Allah, atau seperti
yang secara ‘cerdik’ dipropagandakan media, ia mengalami ‘radikalisasi’
pemikiran.
Pada titik tersebut juga Abdul Hakeem Mujahid Muhammad mulai berada di
bawah pengawasan dan penyelidikan Kesatuan Khusus Anti Teror FBI. Ia
kemudian kembali ke Amerika, masih di dalam pengawasan ketat FBI. Tidak
lama setelah kembalinya ke Amerika, ia mengalami berbagai peristiwa yang
ia gambarkan sebagai “situasi yang penuh gejolak” dalam kehidupannya.
Itulah saat-saat ketika Allah Rabbul Alamin mengukuhkan imannya dan
memenuhi hatinya dengan izzah, hingga ia memiliki keberanian luar biasa
untuk melaksanakan aksi penembakan dua tentara Amerika, membuat salah
seorang terbunuh, dan seorang lagi terluka parah. Ia kemudian segera
ditangkap.
“Menurutku ini bukanlah pembunuhan. Pembunuhan adalah jika engkau
menghilangkan nyawa seseorang tanpa alasan yang dapat dibenarkan. Apa
yang aku lakukan memiliki alasan yang kuat berdasarkan pandangan Islam
dan juga berdasarkan sisi kemanusiaan.
Kalian semua tahu, angkatan bersenjata Amerika bertanggung jawab
atas pembunuhan ribuan ummat Islam tak berdosa, pria, wanita,
anak-anak….
Dan kami meyakini bahwa semua itu harus dibalas. Kami tidak
meyakini jika seseorang menampar pipi kirimu maka engkau harus beri pipi
kananmu. Kami meyakini darah dengan darah, mata dengan mata…
Aku tegaskan kembali, ini bukanlah karena masalah pribadi, karena
aku tidak mengenal mereka (dua tentara itu) secara pribadi. Ya benar,
ini adalah penyerangan, pembalasan.
Dan saya meyakini, serangan yang lain, bukan dari aku atau
orang-orang yang aku kenal, tetapi tepatnya oleh Kaum Muslim di negeri
ini dan di tempat yang lain, akan diarahkan kepada Amerika atas apa yang
Amerika lakukan terhadap dunia Islam”.
Pernyataan ini sendiri menggentarkan banyak orang melebihi aksi serangan
yang ia lakukan. Keterbukaan dan kejujuran dari pernyataannya ini
memberikan kepada Ummah satu pelajaran berharga, pelajaran yang telah
lama dilupakan.
Kenyataan
saat ini, banyak ‘muslim’ memandang bahwa tentara Amerika, juga tentara
negeri lainnya, adalah pribadi-pribadi malang yang terjebak dalam
sistem yang memaksa mereka, dan mereka tidak dapat keluar.
Berdasarkan pandangan tersebut, mereka mempropagandakan ide agar kita
bersikap penuh welas asih,lemah lembut, dan penuh pengertian terhadap
posisi dari para prajurit tersebut. Bahwa mendukung tentara Amerika
bukan berarti mendukung kelakuan mereka, tetapi mendukung mereka sebagai
pribadi manusia.
Pandangan serta propaganda seperti ini tidaklah bernilai apa-apa kecuali
sebagai sebuah tipuan setan. Amerika, dan hampir semua negeri-negeri
barat/eropa, bukanlah negeri yang tengah benar-benar membutuhkan
kampanye wajib militer atas warga negaranya. Artinya negara tidak
membutuhkan Anda untuk ikut program wajib militer selama beberapa tahun
dalam dinas ketentaraan.
Jadi sebenarnya sang tentara itu sendiri yang dengan kemauan sendiri
menandatangani kontrak kerja dengan militer dan ‘menjual jiwanya’ untuk
menjadi budak negara Amerika Serikat. Mereka memahami seluruh kondisinya
ketika mereka membuat pilihan masuk dalam kemiliteran itu, dan mereka
melakukannya atas kehendak sendiri, secara sadar, tanpa paksaan.
Maka menjadi jelas kedudukannya, bahkan bagi orang bodoh sekalipun,
bahwa para tentara ini bukanlah jiwa-jiwa malang yang layak dikasihani,
tetapi mereka ini adalah sekelompok orang yang digambarkan Allah SWT
lewat lisan nabiNya saw:
“Barangsiapa yang memusuhi para waliKu, maka Aku menyatakan peperangan terhadap mereka…” (HR Bukhari, Hadits Qudsi)
Abdul Hakeem Mujahid Muhammad telah mengajarkan kepada kita, bahwa
bangsa-bangsa yang telah melancarkan permusuhan terhadap para wali
Allah, pada Mujahidin, pada Ummat Islam, maka militer dan tentara mereka
secara otomatis menjadi bagian tak terpisahkan dari permusuhan itu.
Apa yang telah dilakukan oleh Abdul Hakeem Mujahid Muhammad seakan
memaparkan kembali kepada kita semua satu kenyataan pahit hari ini,
bahwa kita tidak sedang hidup dalam masa keemasan Khilafah Islam yang
agung, tetapi kita tengah hidup pada masa fitnah, penindasan,
penghinaan, dan kebengisan musuh.
Kata-kata Abdul Hakeem Mujahid Muhammad seakan menggema menembus waktu dan terpatri kukuh dalam perjalanan sejarah, “…Kalian
semua tahu, angkatan bersenjata Amerika bertanggung jawab atas
pembunuhan ribuan ummat Islam tak berdosa, pria, wanita, anak-anak…. Dan
kami meyakini bahwa semua itu harus dibalas….”
Bukankah pembunuhan orang-orang tak berdosa Ummat kita ini adalah
fitnah? Bukankah hari ini adalah hari-hari kelam bencana penindasan?
Tidakkah jaman kita ini adalah jaman kekuasaan jabbarin anid, musuh yang
bengis dan tak mengenal belas kasih? Tidakkah jaman kita ini jaman
Jihad, di mana Allah membuka kesempatan bagi semua Muslim untuk terjun
dan menyambut seruannya?
Diriwayatkan oleh Shahabat Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:
“Seorang muslim tidak akan dikumpulkan Allah bersama dengan orang kafir yang dibunuhnya di Neraka” (Shahih Muslim)